Minggu, 13 Oktober 2019

Pendidikan: Batu Loncatan atau Batu Sandungan?


Pendidikan: Batu Loncatan atau Batu Sandungan?

Gambar Ilustrasi

"Pilih SMK aja, biar langsung dapat kerjaan kalau udah lulus."
"S1 pendidikan kok kerja di pabrik, percuma kalau sama kayak yang nggak kuliah."
"Kuliah cuma buang-buang uang, mending cari kerja aja."
"Itu sarjana tapi pengangguran."
"S1 jadi guru gajinya 300 ribu, mending nggak kuliah, gajinya gede."


Terlalu sering mendengar perbincangan-perbincangan yang tidak berkelas, terasa bising, dan memuakkan. Maklumlah, mereka tidak faham apa hakekat pendidikan. Pendidikan hanya diukur sebagai alat untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi, tetapi setelah kerja dan gajinya dirasa kurang, hidup mereka tidak puas, dan akhirnya membanding-bandingkan dengan orang lain.
Sebagai anak desa yang mendapatkan pengalaman untuk berpendidikan, saya merasa terselamatkan dari pembicaraan  yang tidak penting.
Dimanapun berada, entah di desa, di kota, di perusahaan, di kampus atau sekolah, bahkan di keluarga sendiri, pasti ada lingkungan toxic.
Lingkungan toxic adalah lingkungan yang tidak sehat, yang membuat kita tidak bersyukur dengan yang kita miliki, sehingga kita selalu membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain.
Merry Riana dalam bukunya "A Gift From A Friend" membahas tentang pendidikan, apakah sebagai batu loncatan, atau batu sandungan? Pendidikan sebagai batu loncatan yaitu pendidikan sebagai batu tumpuan untuk melompat (meloncat) mendapatkan pekerjaan yang diinginkan atau sebagai jalan usaha untuk menjadi atau memperoleh kedudukan (pekerjaan) yang lebih. Sedangkan batu sandungan adalah pendidikan sebagai batu penghalang, misal pekerjaan kita tidak sesuai dengan jurusan, atau kita merasa sekolah hanya membuang-buang uang.
Marry Riana berhasil membuktikan bahwa kita bisa sukses tanpa harus kuliah yang tinggi, kita bisa sukses tanpa harus bekerja di jalur linier, kita bisa sukses di usia muda. Tapi bukan berarti pendidikan itu tidak penting, bukan berarti dengan sekolah yang tinggi kita membuang-buang uang. Bukan berarti saat kita di usia masih muda atau sudah tua kita tidak akan sukses.
Selama kita masih memiliki mimpi, masih selalu ingin menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari, masih ingin lebih maju dari hari sebelumnya, masih ingin mengetahui banyak hal, kita masih memiliki mimpi untuk sukses hingga kita meninggal.
Lihat almarhum B.J Habibie yang tidak pernah berhenti berfikir, lihat Mahathir Mohamad, Perdana Menteri Malaysia yang usianya sudah 92 tahun tetapi masih mengabdi untuk negeri. Lihat orang-orang sukses lainnya yang sudah banyak makan asam garam kehidupan.
Pendidikan bisa didapat darimana saja, tidak harus melalui jalur formal. Kita bisa mendapatkan pendidikan melalui kisah orang-orang sukses, atau mengambil pelajaran dari suatu kejadian, atau lainnya.
Intinya melalui pendidikan, otak kita terus terasah, menjadi berkualitas, menjadi open-minded, menjadi lebih tenang, lebih bersyukur, lebih bijaksana, lebih bahagia.
Menjadikan kita sadar bahwa kita tidak perlu iri dengan siapapun, kita memiliki cara hidup sendiri yang indah. Entah pendidikan yang kita pernah terima sebagai batu loncatan atau batu sandungan. Pada intinya, pendidikan bukan sesuatu yang sia-sia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alasan Mengapa harus memilih UMY

Alasan Mengapa Harus Memilih Universitas Muhammadiyah Yogyakarta  Seperti namanya, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terletak...